Metode Pendidikan Keimanan di Rumah Tangga pada Anak Balita

Proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah swt., melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah swt., telah menampilkan peribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad saw. Pribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Alquran dan sunah Rasulullah.

METODE PENDIDIKAN KEIMANAN DI RUMAH TANGGA
PADA ANAK USIA BALITA
Oleh: Muhammad Nafi, S.Pd.I

A. Materi Pendidikan Keimanan di Rumah Tangga Pada Anak Usia Balita
Proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah swt., melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah swt., telah menampilkan peribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad saw. Pribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Alquran dan sunah Rasulullah.
Masa kanak-kanak dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam atau tujuh tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak.
Materi-materi pendidikan keimanan yang bias diterapkan kepada anak usia balita, adalah mencakup akidah, fiqh dan akhlak, di mana ketiganya menurut penulis saling mendukung dan tidak bisa lepas satu sama lainnya. Dalam penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa materi pendidikan keimanan yang bisa diterapkan oleh orang tua untuk menginternalisasikan iman ke dalam hati anak, yaitu:
1. Memperdengarkan adzan dan iqamat pada bayi yang baru lahir
2. Mentahnik
3. Memberi nama anak dengan nama yang baik
4. Akikah
5. Khitan
6. Mengajarkan kalimat tauhid ketika anak sudah mulai bisa berbicara
7. Mengenalkan dan menanamkan cinta pada Allah
8. Menanamkan cinta kepada Rasul
9. Mengajarkan Alquran
10. Mendidik untuk berpegang teguh pada akidah dan rela berkorban
11. Mengenalkan dan mengajaknya sholat
12. Mengajarkan adab dan akhlak kepada anak

B. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemilihan Metode Pendidikan Keimanan pada Anak Usia Balita
Sebelum masuk ke dalam metode, sudah dikemukakan di atas tentang materi-materi pendidikan keimanan yang akan diajarkan kepada anak usia balita. Hal yang juga perlu diperhatikan untuk menggunakan metode tersebut untuk initernalisasi pendidikan keimanan, yaitu mengetahui tentang sifat khusus anak.
Muhammad Albani mengutip pendapat dari Syaikh Muhammad Said Mursi dalam bukunya Fan Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Seni Mendidik Anak) menjelaskan beberapa sifat khusus yang dimiliki anak-anak. Sifat khusus ini perlu dimengerti dan dipahami oleh para orang tua dan pendidik, sehingga pendidikan yang ia lakukan selaras dengan kondisi kejiwaan anak. Sifat khusus pada diri anak-anak yang dikemukakan oleh beliau adalah tidak bisa diam dan banyak bergerak, selalu ingin meniru, suka membangkang, tidak dapat membedakan antara yang benar dan salah, banyak bertanya, memiliki daya ingat yang sangat kuat, senang diberi motivasi (dipuji), gemar bermain dan bersuka ria, senang bersaing, senang berkhayal, kecenderungan untuk memiliki keterampilan (skill), cepat menguasai suatu bahasa, menyukai permainan bongkar pasang, dan sensitif (peka).
1. Banyak bergerak
Banyak bergerak adalah sifat motorik anak yang khas, dan merupakan sifat yang wajar dan tidak membahayakan. Malah justru jika seorang anak tidak banyak bergerak dan sering menyendiri, maka dapat dipastikan ia memiliki “kelainan” secara kejiwaan.
2. Selalu ingin meniru
Anak kecil akan selalu meniru orang dewasa, khususnya kedua orang tuanya atau gurunya dalam hal yang baik maupun buruk. Anak akan menyerap semua tingkah laku orang dewasa yang dekat dengan dirinya. Maka salah satu problem besar yang menaungi dunia pendidikan anak saat ini adalah tidak baiknya kepribadian pendidik. Orang tua dan guru yang tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Untuk itu jika menginginkan anak menjadi baik maka mulailah dari diri sendiri, perbaiki dulu akhlak kita, niscaya akhlak anak pun akan menjadi baik.
3. Memiliki daya ingat yang sangat kuat
Memori anak itu masih putih bersih dan belum ternoda dengan berbagai macam persoalan. Sebab itulah anak sangat mudah menghafal walaupun ia tidak paham. Bisa kita saksikan Sayyid Muhammad Husein at Tabatabai yang telah hafal juz Amma secara autodidak pada umur 2 tahun 10 bulan dan hafal Alquran sejak umur 5 tahun, di bawah bimbingan ayahnya yang memang menjadi pengajar Alquran.
4. Senang dimotivasi (dipuji)
Inilah yang sering kali dilupakan oleh para orang tua dan guru, yakni memberikan pujian kepada anak ketika ia melakukan kebaikan atau berhasil melaksanakan tugasnya. Pujian akan memperbaharui semangat dan menyegarkan jiwa anak. Selama ini anak agaknya lebih sering diteror jiwanya dengan bentakan, kata-kata kasar, makian, bahkan pukulan; dan kurang mendapatkan pujian, penghargaan dan motivasi (dorongan) secara proporsional.
5. Cepat menguasai bahasa
Untuk itu hendaklah orang tua menghindari perkataan kotor, kasar dan kurang baik, seperti bentakan, celaan dan makian. Karena kata-kata tersebut akan mengendap dan mewarnai keterampilan ucap anak. Jika anak dibentak, pada hakikatnya ia belajar membentak. Jika anak dimaki, maka ia belajar memaki. Jika anak dicela, ia belajar untuk mencela. Jika dimarahi, maka ia belajar marah.
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah (Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya. Hasan Langgulung mengatakan, potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah. Sejalan dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut berupa jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah, nafsiah dan ruhaniah.
Aspek jismiah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta sistem sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ yang paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia tersusun dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah materi dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat energi kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem konstruksi susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain sebagainya. Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama berupa bentuk konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.

Aspek nafsiah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan kemauan serta kebebasan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi psikis, yaitu dimensi nafsu, ‘aql, dan qalb.
Dimensi nafsu merupakan dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan dalam sistem psikis manusia, namun dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah mendapatkan pengaruh dari dimensi lainnya, seperti ‘aql dan qalb, ruh dan fitrah. Nafsu adalah daya-daya psikis yang memiliki dua kekuatan ganda, yaitu: daya yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala yang membahayakan dan mencelakakan (daya al-ghadabiyah) Serta daya yang berpotensi untuk mengejar segala yang menyenangkan (daya al-syahwaniyyah).
Dimensi akal adalah dimensi psikis manusia yang berada di antara dua dimensi lainnya yang saling berbeda dan berlawanan, yaitu dimensi nafsu dan qalb. Nafsu memiliki sifat kebinatangan dan qalb memiliki sifat dasar kemanusiaan dan berdaya cita-rasa. Akal menjadi perantara di antara keduanya. Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas insaniah pada diri manusia.
Dimensi qalb memiliki fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta seperti berpikir, memahami, mengetahui, memperhatikan, mengingat dan melupakan. Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa seperti tenang, sayang dan fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa seperti berusaha.
Aspek ruhaniah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi luhur (high potention) diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi ruh dan fitrah. Kedua dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi fitrah.
Dari penjabaran di atas, dapat disebutkan bahwa aspek jismiah bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan determenistik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transeden, suci, bebas, tidak terikat pada hukum dan prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan. Aspek nafsiah berada di antara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan yang berbeda.
Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses aktualisasi potensi diri manusia. Sistem proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya menyebabkan manusia dapat menjalankan tugas yang telah dibebankan Allah.
Pembinaan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara komprehensif melalui rukun iman dan rukun Islam adalah proses pengaktualisasian potensi diri manusia secara totalitas. Potensi luhur diri manusia yang bersumber dan ruh dan fitrah Allah, inilah inti ibadah.
Pengaktualisasian potensi ruh mewujudkan fungsi khalifah dan aktualisasi potensi fitrah mewujudkan fungsi ibadah. Dimana aktivitas pendidikan hamba Allah tetap akan menjadi ibadah, bukan malah sebaliknya menjadi aktivitas yang jauh dari nilai-nilai relegiusitas. Bukan kah kita hidup tanpa nilai-nilai relegiusitas terasa hambar? Mari kita sejenak berfikir, saya juga ikut berfikir untuk kemajuan daerah dan bangsa kita ini!
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah swt., berfirman dalam surah al-Nisa ayat 48 yang berbunyi:
•                     
Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya, yaitu pada surah Luqman ayat 13, yang berbunyi,
              
C. Metode Internalisasi Pendidikan Keimanan di Rumah Tangga pada Anak Usia Balita
1. Menyerukan Adzan di Telinga Bayi
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِيهِ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَذَّنَ فِي أُذُنِ ‏ ‏الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ ‏ ‏حِينَ وَلَدَتْهُ ‏ ‏فَاطِمَةُ ‏ ‏بِالصَّلَاةِ ‏
Hal ini dimaksudkan supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayidan juga menjadi perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya.
Ibnu al-Qayyim – sebagaimana dikutip oleh Jamal Abdur Rahman – mengatakan bahwa rahasia dilakukan adzan dan iqamat di telinga bayi yang baru lahir mengandung harapan yang optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga sang bayi adalah seruan adzan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk islam. Dengan demikian, tuntunan pengajaran ini menjadi perlambang Islam bagi seseorang saat dilahirkan ke alam dunia. Hal yang sama dianjurkan pula agar yang bersangkutan dituntun untuk mengucapkan kalimat tauhid ini saat sedang meregang nyawa meninggalkan dunia yang fana ini. Tidaklah aneh bila pengaruh adzan dapat menembus kalbu sang bayi dan mempengaruhinya meskipun perasaan bayi yang bersangkutan masih belum dapat menyadarinya.
Sudah kita maklumi semua bahwa setan akan lari terbirit-terbirit manakala mendengar suara adzan. Karenanya, setan yang berupaya mengganggunya agar tidak mendengar kalimat adzan tersebut. Perlakuan ini menerangkan bahwa Nabi saw., sangat perduli terhadap akidah tauhid yang harus ditanamkan sejak dini dalam jiwa sang anak dan sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu sang bayi sejak lahir dan memulai kehidupan barunya di dunia.
Hal ini memang sudah ditegaskan oleh Nabi saw., sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏أَبِي هُرَيْرَةَ ‏ ‏أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا نَخَسَهُ الشَّيْطَانُ فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ نَخْسَةِ الشَّيْطَانِ إِلَّا ‏ ‏ابْنَ مَرْيَمَ ‏ ‏وَأُمَّهُ
2. Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut)
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula). Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Musa menuturkan:
‏‏وُلِدَ لِي غُلَامٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏فَسَمَّاهُ ‏ ‏إِبْرَاهِيمَ ‏ ‏فَحَنَّكَهُ ‏ ‏بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَهُ إِلَيَّ ‏
Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan: "Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu'jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal:
a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.

3. Memberi Nama
Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Hadis Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu:
‏ ‏عَنْ ‏ ‏ابْنِ عُمَرَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ ‏
Pemberian nama merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka. Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik.
Dan nabi juga melarang memberikan nama-nama yang kurang bagus, sebagaimana sabda beliau, yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Umar bin Khatab, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ‏ ‏قَالَ ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏لَئِنْ عِشْتُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَأَنْهَيَنَّ أَنْ يُسَمَّى ‏ ‏رَبَاحٌ ‏ ‏وَنَجِيحٌ ‏ ‏وَأَفْلَحُ ‏ ‏وَنَافِعٌ ‏ ‏وَيَسَارٌ ‏
Sehubungan dengan dengan hal ini bahwa sesungguhnya Rasulullah saw., telah menjelaskan makna yang dimaksud dan penyebab pemberian nama yang baik, yaitu karena untuk memberikan berkah kepada mereka.
4. Aqiqah
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏سَمُرَةَ ‏عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏كُلُّ غُلَامٍ ‏ ‏مُرْتَهَنٌ ‏ ‏بِعَقِيقَتِهِ ‏ ‏تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى ‏
‏عَنْ ‏ ‏سِبَاعِ بْنِ ثَابِتٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أُمِّ كُرْزٍ ‏ ‏قَالَتْ ‏سَمِعْتُ النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَقُولُ ‏ ‏عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ ‏ ‏مُتَكَافِئَتَانِ ‏ ‏وَعَنْ ‏ ‏الْجَارِيَةِ ‏ ‏شَاةٌ
Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja, Wallahu A'lam. Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
5. Khitan
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw., bersabda:
‏الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ ‏ ‏خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ ‏ ‏الْخِتَانُ ‏ ‏وَالِاسْتِحْدَادُ ‏ ‏وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ ‏ )رواه مسلم(
Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkan) bagi kaum wanita. Meskipun lazimnya anak dikhitan pada umur di atas 5 tahun, namun ada sebagian orang yang melakukannya pada saat usia anak 7 hari, atau lebih.

6. Mengajarkan Kalimat Tauhid Ketika Anak Sudah Mulai Bisa Berbicara
Secara fisik anak usia 3 tahun sudah mampu melakukan gerakan-gerakan motorik yang sederhana. Seperti berdiri dalam keadaan siap, berdiri dengan 1 kaki selama 30 detik, melompat-lompat seperti katak, naik dan turun tangga, mengayunkan lengan secara berulang-ulang, melambungkan bola dan menendang bola dalam keadaan diam. Perkembangan motorik halusnya antara lain bisa meniru gerak gerik tangan, memegang pensil, membuat sesuatu dengan benda yang lunak (plastisin), membalik halaman buku satu persatu, menarik garis datar dan tegak, melipat, dan menggunting mengikuti garis lurus.
Anak sampai usia 3 tahun juga sudah dapat menberikan informasi tentang dirinya (nama panggilan dan umur), menirukan kembali urutan kata (2 kata), mengikuti perintah sederhana, menyanyikan satu lagu, mengemukakan keinginan, mengungkapkan rasa, menyebutkan bilangan , dan senang mendengarkan orang bercerita. Anak juga sudah mulai mandiri, tidak tergantung sepenuhnya pada orang tua. Bisa makan dan minum sendiri, membuka dan menutup pintu, membuka celana dan baju, mencuci tangan sendiri dan buang air sendiri. Perkembangan kognitifnya antara lain bisa menyebutkan 4 warna, membedakan ukuran benda besar dan kecil, mengetahui bentuk lingkaran, segitiga dan segi empat. Anak juga akan terus bertanya dengan menggunakan kata “apa”.
Sekalipun belum fasih mengucapkannya, anak usia 3 tahun sudah dapat melafadzkan doa dan hadits, melafadzkan dan hafal kalimat-kalimat thoyyibah. Anak juga mulai dapat mengenal dan mau melakukan gerakan wudlu dan shalat sekalipun belum berurutan.
Ibnu Abbas ra., menceritakan bahwa Rasulullah saw., bersabda:
إفتحوا على صبيانكم أول كلمة لا اله إلا الله و لقنوهم عند الموت لا اله إلا الله) رواه البيهقى)
Tujuan dari memperdengarkan dan mengajarkan kalimat tauhid ini agar pertama kali yang didengar anak yang baru lahir adalah kalimat tauhid. Jadikan suara yang didengar pertama oleh mereka adalah pengetahuan tentang Allah, keesaanNya. Mengajarkan kalimat tauhid sejak dini juga dilakukan dengan memperdengarkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri. Abu Daud meriwayatkan sebuah hadis Rasulullah saw., yang berkaitan dengan hal ini, yaitu:
عَنْ ‏ ‏عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِيهِ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَذَّنَ فِي أُذُنِ ‏ ‏الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ ‏ ‏حِينَ وَلَدَتْهُ ‏ ‏فَاطِمَةُ ‏ ‏بِالصَّلَاةِ(رواه أبو داود) ‏
Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah membuat hati anak selalu berhubungan dengan Allah swt. Karena pahala yang paling besar adalah menanamkan prinsip-prinsip tauhid dalam hati anak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: iman, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, taat kepada keduanya, serta takut kepada siksaan Allah dan mengharap pahala dari-Nya.
7. Mengenalkan dan Menanamkan Cinta Pada Allah
‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ ‏ ‏يُقْذَفَ ‏ ‏فِي النَّار(رواه المسلم)
Kalau ada waktu senggang, atau bisa dijadwalkan bawa anak untuk rekreasi ke gunung, ke danau, ke pantai atau sejenisnya dan kenalkan bahwa yang menciptakan gunung ini adalah Allah, yang menciptakan langit adalah Allah, yang menciptakan bumi adalah Allah. Dengan begitu jiwa anak akan terpaut dengan Allah. Hal demikian sesuai dengan hadist Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ‏ ‏.... قَالَ فَمَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ قَالَ اللَّهُ قَالَ فَمَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ قَالَ اللَّهُ قَالَ فَمَنْ نَصَبَ هَذِهِ الْجِبَالَ وَجَعَلَ فِيهَا مَا جَعَلَ قَالَ اللَّهُ ... (رواه المسلم)
Masa balita dan usia sekolah adalah masa-masa peka bagi anak dalam menerima dan mencerna informasi. Kemampuan anak mengolah informasi pada masa ini didukung oleh pertumbuhan organ tubuh yang pesat, khususnya organ otak.
Oleh sebab itu semakin sering diasah dan diberi masukan yang disertai dengan contoh nyata dan suri tauladan, semakin tajam dan mudah pula informasi dicerna anak. Pada akhirnya, apa yang disampaikan orang tua akan dapat diingat anak sepanjang hayatnya.
Orang tua yang bijaksana tentu tidak akan melewatkan begitu saja masa-masa peka yang berharga ini, dan berusaha mengisinya dengan informasi yang bermanfaat. Agar anak mencintai Islam dan bangga dengan jati dirinya sebagai muslim/muslimah, ada dua hal mendasar yang perlu diperkenalkan kepada mereka, yang pertama dan terutama adalah mengenal Allah swt., dan diri mereka sendiri.
Untuk mengenalkan Allah swt pada anak, berikut di bawah ini merupakan langkah-langkah yang perlu kita lakukan, yaitu:
a. Menjelaskan kepada anak bahwa Tuhan yang menciptakan kita bernama Allah swt. Allah swt., memerintahkan kepada nabi Muhammad saw., untuk menyebarkan agama Islam di dunia. Kita (ayah, ibu dan anak) beragama Islam. Jadi kita akan disayang Allah swt., karena memeluk agama Islam, agama yang disukai Allah swt.
b. Menceritakan kepada anak bahwa Allah swt., Maha Pandai. Allah swt., pandai menciptakan apa saja. Allah swt., dapat membuat orang; ayah, ibu dan anak, tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon dan lain-lain. Allah swt., lah yang menciptakan berbagai jenis hewan, bulan, bintang, matahari. Allah swt., memberi mata untuk melihat, telinga untuk mendengar. Karena itu ucapkanlah Alhamdulillah. Dan bila melihat hasil ciptaan Allah swt., yang indah, bagus dan cantik ucapkanlah Subhanallaah.
c. Membiasakan anak mendengarkan/memperdengarkan suara adzan dan dilanjutkan dengan berlatih untuk berwudhu serta mengajaknya shalat berjamaah.
d. Mengajar anak menghafalkan berbagai doa. Misalnya doa mau makan, selesai makan, mau tidur, bangun tidur, doa untuk orang tua, dan lain-lain. Menjelaskan kepada anak bahwa kita hanya berdoa kepada Allah swt., meminta apa saja hanya kepadaNya, karena hanya Allah swt., lah Yang Maha Kaya dan Maha Penolong.
e. Mengenalkan Allah pada anak usia di bawah 3 tahun juga dapat dilakukan dengan terus menerus melafadzkan kalimat thoyyibah. Seperti mengucapkan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar disertai dengan aktivitas yang dilakukan sehingga anak bisa menyambungkan bacaan dan aktivitasnya. Misalnya Alhamdulillah diucapkan sebagai wujud rasa syukur ketika selesai melakukan aktivitas tertentu. Subhanallah dilafadzkan jika melihat ciptaan Allah dan sebagainya. Selain itu anak juga mulai dapat dikenalkan Allah melalui ciptaan-Nya. Anak-anak seusia ini sangat senang dengan binatang. Anak bisa kita ajak ke kebun binatang, mendengarkan suara-suara binatang, bernyanyi dan lain-lain. Tentang siapa Allah, ajarkan Surat Al-Ikhlas dengan artinya, dan juga lagu-lagu yang syairnya dapat mengenalkan anak pada Allah swt.
Hadis Nabi yang berkenaan dengan hal ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, yaitu:
عَنْ ‏ ‏أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ ‏ ‏قَالَ ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏الْوُضُوءُ ‏ ‏شَطْرُ ‏ ‏الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ ‏ ‏أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ ‏ ‏وَالصَّلَاةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ ‏ ‏بُرْهَانٌ ‏ ‏وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ ‏

8. Menanamkan cinta kepada Rasul
Muslim meriwayatkan sebuah hadis Nabi saw., yang berkenaan dengan hal ini yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏أَنَسٍ ‏ ‏قَالَ ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ ‏) ‏وَفِي حَدِيثِ ‏ ‏عَبْدِ الْوَارِثِ ‏ ‏الرَّجُلُ( ‏ ‏حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ‏
Para sahabat dan ulama salaf sangat suka menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw., terhadap anak-anak mereka, dengan diselingi materi pelajaran Alquran. Pemahaman terhadap sejarah kehidupan Nabi diyakini akan memberikan pengaruh kepada pendidikan dan perkembangan jiwa anak. Karena pemahaman yang baik terhadap kepribadian Nabi saw., secara tidak disadari akan menumbuhkan rasa cinta anak terhadap pribadi beliau. Beliau akan dijadikan sebagai tokoh pujaan yang pada akhirnya anak akan berusaha meniru apa yang beliau telah lakukan selama hidupnya. Langkah semacam ini secara perlahan akan membentuk pribadi anak tidak lepas dari patokan agama, mampu memahai makna cinta yang sebenarnya terhadap beliau, serta memiliki semangat jihad yang tinggi dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari lingkungan yang penuh dengan kesesatan menuju lingkungan yang baik, dari dunia yang penuh dengan kebatilan menuju dunia yang penuh dengan kebenaran, dan dari lingkungan yang penuh kebodohan menuju cahaya Islam yang gemilang.
Kita tentu tidak akan pernah mampu memperoleh kepercayaan dan kaitan dari mereka kecuali jika kita telah mampu memberikan kepada mereka contoh teladan yang tinggi dan nilai-nilai yang sudah barang tentu jauh dari berbagai kesalahan dan kekhilafan. Sebaliknya, ia merupakan sosok yang cukup sempurna dan terpelihara dari kesalahan dan kekhilafan tersebut. Sosok tersebut adalah Rasulullah saw., sebagai panutan dan teladan terbaik umat Islam semuanya. Kita mengambil contoh dari petunjuk dan akhlak yang dibawa oleh beliau yang mulia. Firman Allah surat Al-Ahzab ayat 21:
                
Kisah teladan yang ada pada diri Rasulullah saw., tersebut bisa kita ajarkan dan contohkan kepada anak-anak kita, yang dibawanya dalam sikap dan kehidupan sehari-hari. Kemudian apabila anak tertarik akan cerita itu, maka ceritakanlah berulang-ulang kepadanya, sehingga dia menjadikan Rasulullah saw., sebagai idolanya.

9. Mengajarkan Alquran
Dimulai dengan surat Al-Fatihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Alquran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
Mengajarkan Alquran kepada anak berarti mengajak anak untuk dekat kepada pedoman hidupnya. Dengan cara itu, mudah-mudahan kelak ketika dewasa anak-anak benar-benar dapat menjalani hidup sesuai dengan Alquran. Inilah satu-satunya jalan untuk membentuk menjadi manusia yang shaleh. Mengajarkan Alquran pada anak 0 sampai 3 tahun dapat dilakukan dengan mulai mengenalkan, memperdengarkan, dan menghafalkan. Tak heran bila Rasulullah mengingatkan kita untuk mendidik anak dengan Alquran. Firman Allah dalam surah Al-Isra ayat 9, yang berbunyi:
•            •    
Cara mengajarkannya bukan seperti mengajarkan kepada anak yang telah bisa mengaji, namun sesuai dengan kondisi umurnya saat itu, yaitu dengan cara:
a. Mengenalkan Alquran
Saat yang paling tepat mengenalkan Alquran adalah ketika anak sudah mulai tertarik dengan buku. Anak usia 2 sampai 3 tahun biasanya sudah mulai tertarik dengan buku. Hal ini penting, karena banyak orang tua yang lebih suka menyimpan Alquran di rak lemari paling atas. Sesekali perlihatkanlah Alquran kepada anak sebelum mereka mengenal buku-buku lain, apalagi buku dengan gambar-gambar yang lebih menarik. Mengenalkan Alquran juga bisa dilakukan dengan mengenalkan terlebih dulu huruf-huruf hijaiyyah. Bukan mengajarinya membaca, tetapi sekedar memperlihatkannya sebelum anak mengenal A, B, C, D. Tempelkan gambar-gambar tersebut ditempat yang sering dilihat anak.Tentu dilengkapi dengan gambar dan warna yang menarik. Dengan sering melihat, akan memancing anak untuk bertanya lebih lanjut. Saat itulah kita boleh memperkenalkan huruf-huruf Alquran.
b. Memperdengarkan
Memperdengarkan ayat-ayat Alquran bisa dilakukan secara langsung atau dengan memutar kaset atau CD. Kalau ada teori yang mengatakan bahwa mendengarkan musik klasik pada janin dalam kandungan akan meningkatkan kecerdasan, Insya Allah memperdengarkan Alquran akan jauh lebih baik pengaruhnya buat bayi. Apalagi jika ibu yang membacanya sendiri. Ketika membaca Alquran, suasana hati dan pikiran ibu akan menjadi lebih khusyu’ dan tenang. Kondisi seperti ini, akan sangat membantu perkembangan psikologis janin yang ada dalam kandungan karena secara teoritis, kondisi psikologis ibu tentu akan sangat berpengaruh pada perkembangan bayi khususnya perkembangan psikologisnya. Ibu yang sering mengalami stress, tentu akan berpengaruh buruk pada kandungannya.
Memperdengarkan Alquran bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Juga tidak mengenal batas usia anak. Untuk anak-anak yang belum bisa bicara, Insya Allah lantunan ayat Alquran itu akan terekam dalam memorinya. Dan jangan heran kalau tiba-tiba si kecil lancar melafadzkan surat al-Fatihah, misalnya begitu dia bisa bicara. Untuk anak yang lebih besar, memperdengarkan ayat-ayat Alquran (surat-surat pendek) terbukti memudahkan anak menghafalkannya.
c. Menghafalkan
Menghafalkan Alquran bisa dimulai sejak anak lancar berbicara. Mulailah dengan surat atau ayat yang pendek. Atau potongan lafadz dari sebuah ayat (misalnya fastabiqul khayrat, hudallinnas, birrulwalidayn dan sebagainya). Menghafal bisa dilakukan dengan cara sering-sering membacakan ayat-ayat tersebut kepada anak, dan latihlah anak untuk menirukannya. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai anak hafal di luar kepala. Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak. Menghafal bisa dilakukan kapan saja. Usahakan di saat anak merasa nyaman. Walau demikian, hendaknya orang tua tetap mempunyai target baik tentang ayat, atau jumlah yang akan dihafal anak.
Dalam mengajarkan Alquran, para orang tua, juru dakwah dan para pendidik hendaknya mendasarkan pengajaranya kepada Alquran dan hadits yang berisi petunjuk-petunjuk penting Rasulullah saw. Sebab yang akan diajarkan adalah firman Ilahi yang merupakan ”undang-undang” dan pedoman hidup umat manusia. Kitab yang tidak menyimpan sedikitpun kebatilan. Kitab yang mendapat jaminan keutuhan langsung dari Dzat yang menurunkanya; Allah swt. Kita juga patut berterima kasih kepada Allah yang telah menurunkan Alquran dengan bahasa Arab. Kitab yang mengandung syariat Islam serta petunjuk halal haram dan bebas dari segala macam penyimpangan, perubahan atau bahkan penggantian dengan kalimat-kalimat lain, sekalipun memiliki makna yang sama. Karena Alquran berada dibawah pengawasan dan penjagaan langsung Allah swt.
Orang-orang terdahulu (salaf-al-ummah) banyak yang telah melaksanakan pendidikan Alquran ini untuk anak-anaknya, dan sering dilaksanakan di masjid-masjid. Out put dari modal pendidikan ini cukup mengagumkan. Mereka tumbuh menjadi suatu generasi yang sangat gigih mempertahankan dan menyebarkan Islam diberbagai penjuru dunia. Sejarah banyak mencatat keberhasilan mereka. Mereka yang menjadi ”singa” di siang hari, tetapi di malam hari mereka tetap ruku’ dan sujud dengan penuh kekhusyukan. Ini semua karena mereka telah ”menghirup” air yang memancarkan dari mata air Alquran.
Dengan mempelajarinya, berarti mereka telah mempelajari ilmu pengetahuan sekaligus mempraktekkanya. Ketika Alquran sudah bersemayam di kedalaman hati mereka, dada mereka akan menjadi lapang dan tidak mudah stress, bahasa mereka lancar dan pintu-pintu samudera ilmu pengetahuan terbuka lebar untuk mereka. Mengapa orang-orang terdahulu (salaf) ini begitu antusias melaksanakan tugas pengajaran Alquran? Jawabanya jelas. Karena, pertama, Alquran adalah firman Ilahi. Kedua, Rasulullah mengajarkan mereka selalu mendorong agar mempelajari Alquran untuk kemudian di ajarkan kepada orang lain. Ketiga, karena pemberian orang tua kepada anak yang memiliki nilai tinggi adalah mengajarkan Alquran. Hal ini karena di dalam Alquran terdapat ajaran budi pekerti, tata krama, akhlak, seluruh jenis keutamaan, hikmah serta sejarah hidup umat terdahulu sejak dari nabi Adam As. Di dalamnya juga terdapat pesan-pesan para Rasul bahwa Allah swt., yang tidak menginginkan ada di antara hamba-hamba-Nya yang kufur.
Dengan mengajarkan Alquran kepada anak-anak, berarti kita telah memulai pendidikan yang benar dan sesungguhnya. Sebab dengan begitu, berarti kita telah mengajarkan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah, seperti ibadah serta kewajiban-kewajiban lain. Di samping itu, berarti kita telah memulai mengikat mereka dengan kitab Allah serta mendidik mereka untuk mengagungkan Alquran untuk kemudian melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganyang tertuang di dalamnya.
10. Mendidik Untuk Berpegang Teguh Pada Akidah dan Rela Berkorban
Al-Ghazali menceritakan kisah Sahl bin Abdullah al-Tusturi yang ketika berumur tiga tahun bangun malam dan melihat pamannya yang bernama Muhammad bin Siwar. Sang paman bertanya kepadanya: “Bukankah kamu ingat kepada Allah yang menciptakanmu?” Sahl bertanya kepadanya: “Bagaimana cara saya mengingat-Nya?”. Sang paman berkata: “Katakanlah dalam hatimu ketika kamu bolak-balik di dalam pakaianmu, tiga kali dengan tanpa menggerakkan lidahmu:
الله معى الله نــاظر الي الله شاهدى
Maka doa tersebut selalu dibaca selama beberapa malam dengan bilangan, 3 kemudian 7, 11 kali setiap malam. Hingga setahun, hingga sang paman berpesan jagalah apa yang sudah saya ajarkan kepadamu, lakukan secara terus menerus sampai kamu masuk kubur, karena doa itu bermanfaat bagimu dunia dan akhirat. Hal tersebut dilakukan bertahun-tahun dan di dalam hati Sahl terasa mendapatkan kemanisannya. Pamannya mengatakan kepada Sahal: “Wahai Sahl, barang siapa yang Allah bersamanya, Allah memandang kepadanya dan Allah selalu menyaksikannya, adakah ia masih berbuat maksiat kepada-Nya?
Rasulullah saw., sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas ra., dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita yang artinya:
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulllah saw., kepada Ibnu Abbas ra., di atas adalah perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain, firman Allah dalam surah Thaha ayat 5 yang berbunyi:
    
Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits, Rasulullah saw., bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya Muwatta, bahwa:
عن عمر بن الحكم... فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم أين الله فَقَالَتْ فِي السَّمَاءِ فَقَالَ مَنْ أَنَا فَقَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْتِقْهَا
Rasulullah pernah bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”.
Aqidah yang tumbuh dan tertanam dalam jiwa anak merupakan sesuatu yang sangat penting sebagai salah satu pijakan dan pedoman hidup dalam menata masa depan yang berarti dan secara tidak langsung berdampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat. Karena itu penanaman aqidah pada anak sejak dini merupakan sarana pendidikan yang efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Dan diakui bahwa aqidah yang tertanam dalam jiwa anak akan semakin kokoh apabila anak bersangkutan memiliki nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan dalam dirinya untuk membela aqidah yang diyakini kebenarannya, bahkan tidak peduli terhadap resiko yang mengancam dirinya. Semakin kuat nilai perjuangan dan pengorbanan seseorang akan semakin kokoh pula aqidah yang dimiliki.
Ceritakan kisah anak-anak para sahabat yang sangat antusias mempelajari ajaran Islam, bahkan tidak sedikit yang berani berkurban untuk menegakkan dan mengharumkan kalimat Allah. Imam Ahmad dan Bukhari mengeluarkan sebuah hadits yang bersumber dari Anas Bin Malik r.a yang menceritakan bahwa Haritsah Bin Ar-Rabi’ r.a ikut dalam perang Badar, padahal dia masih kecil.
11. Mengenalkan dan Mengajaknya Sholat
Firman Allah dalam Alquran surah Thaha ayat 132 yang berbunyi:
     
Firman Allah dalam surah Luqman ayat 17, yang berbunyi:
             •    
Dalam surah al-Tahriim ayat 6, Allah berfirman:
        •• 
Salah satu tanggung jawab orang tua yang harus diperhatikan adalah mendidik anak untuk mengikuti pendidikan-pendidikan yang diberikan oleh orang tua, sehingga tidak menjadi suatu kebiasaan asing bagi anak. Hal ini dimulai dari sejak pagi hari hingga pagi hari lagi. Ketika memulai kehidupan pagi orang tua membiasakan mengucapkan dzikir setelah bangun tidur, dan mengajarkan kepada anak tentang apa yang diucapkannya. Kemudian bila masuk ke kamar kecil, orang tua mengamalkan etika tata cara masuk kamar kecil menurut Islam, dan menerangkan dan membimbing anak untuk melakukan hal yang sama dengan dirinya. Setelah itu orang tua berwudhu bersama anak, orang tua menjelaskan keutamaan wudhu, bahwa wudhu bisa melebur dosa-dosa, juga mengajarkan kepada mereka tentang tata cara berwudhu, sunah, rukun dan kemakruhan dalam wudhu. Setelah itu, orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk mengerjakan shalat sunat dua rakaat setelah wudhu. Orang tua mengajarkan kepada anak-anak doa setelah adzan. Menjelaskan tentang keutamaan shalat berjamaah di mesjid, membiasakan membawa mereka ke mesjid (bila telah memungkinkan), kemudian mengajarinya untuk membaca tasbih, tahmid, takbir, dan doa setelah shalat, setelah itu mengajarkan dan mengajaknya bersama-bersama untuk melakukan dzikir pagi, kemudian mengajarinya dan mengajaknya membaca Alquran meski sedikit. Selanjutnya orang tua dan anak bersantap pagi bersama, di sini orang tua mengajarkan etika makan secara Islami dalam hal makan dan minum, sopan santun harus diajarkan sejak dini agar mereka terbiasa beradab ketika makan dan minum. Orang tua mengajarkan kepadanya adab keluar rumah, bila memakai sandal ajarkan untuk mendahulukan yang kanan dan bila melepas mendahulukan kaki kiri. Kemudian orang tua mengajarkan kepada anak adab dijalan diantaranya: berjalan dengan rasa rendah hati, berhati-hati terhadap kendaraan, tidak membuang benda-benda yang dapat membahayakan orang lain di jalan, bila melihat sesuatu yang membahayakan di jalan dia harus menyingkirkannya. Ketika sore hari orang tua mengajaknya untuk shalat berjamaah di mesjid, memakai pakaian putih atau hijau yang rapi ketika pergi ke mesjid, membiasakan masuk masjid dengan tenang, mendahulukan kaki kanan ketika masuk mesjid dan kaki kiri ketika keluar dari mesjid, membaca doa ketika masuk mesjid, shalat dua rakaat sebelum duduk di masjid, setelah menunaikan shalat jamaah tidak berdiri sebelum membaca dzikir dan wirid. Mengajarkan kepada anak wirid sebelum tidur dan memasang niat yang benar sebelum tidur.
Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tatacara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.Rasulullah saw., bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (رواه ابو داود عن ابن عمرو بن العاص)
Dalam hal ini, karena anak belum sampai umur 7 tahun sebagaimana dalam hadits tersebut di atas, maka dalam umur balita ini maka orang tua hanya mengenalkan dan mencontohkannya, dan bila anaknya telah mampu membaca dan menghafal Alfatihah dan dzikir-dzikir dalam sholat maka tidak ada salahnya orang tua mengajarkannya. Sebagaimana Sayyid Muhammad Husein yang telah hafal Juz Amma secara autodidak pada umur 2 tahun 10 bulan, dan hafal Alquran secara penuh pada umur 5 tahun.
Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
12. Mengajarkan Adab dan Akhlak Kepada Anak
Menurut Hurlock sebagaiamana dikutip oleh M. Arifin, mengatakan bahwa akhlak anak berkembang setingkat demi setingkat ditentukan oleh 2 faktor yakni faktor kebiasaan atau pembiasaan dan faktor kesadaran berakhlak.
Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dan lain-lain.
Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
Contoh yang konkret adalah mem¬baca basmalah ketika hendak makan, bila lupa, dan ingat dipertengahan makan hendaknya membaca bismillahi awaluhu wa akhirahu.
Anak hendaknya diajari dan dibiasakan untuk membaca basmalah setiap kali hendak makan atau minum, sebagaimana sabda Nabi saw., yang berbunyi:
اذا أكل احدكم فليذكر اسم الله تعالى.... (رواه ابو داود عن عـائشة)
Al-Munajjid menukil riwayat dari Jarhad bahwa Rasulullah saw., pernah lewat di hadapannya, sementara ia sedang tersingkap pahanya, maka Rasulullah saw., bersabda: “Tutuplah pahamu, karena itu (paha) termasuk aurat.”
Ketika orang tua menemui anaknya makan dengan menggunakan tangan kiri, maka ia harus segera menegurnya, dengan mengatakan bahwa Rasulullah melarang makan dengan tangan kiri, dan menyunnahkan makan dengan tangan kanan. Bila banyak orang di sekelilingnya, maka ada baiknya bila dibisikkan di telinganya.
Wajib bagi seorang muslim untuk makan dan minum dengan tangan kanannya, serta membiasakan anak-anaknya (termasuk anak) untuk melakukan hal-hal yang demikian. Demikian juga dengan menguap, orang tua perlu memberikan teguran kepada anaknya bila melakukan penyimpangan menurut syar’i.
Rasulullah saw., bersabda:
‏‏إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ (رواه مسلم عن عبد الله بن عمر)
Rasulullah saw., bersabda:
اذا تثائب احدكم فليمسك بيده على فيه فان الشيطان يدخل (رواه مسلم عن أبى سعيد الخدرى )
Demikian adab dan akhlak yang bisa orang tua kenalkan dan ajarkan kepada anak, setelah terlebih dahulu bahwasanya orang tua menjadi teladan bagi anaknya. Jangan sampai, anak melihat kita makan dengan berdiri, makan dengan tangan kiri, atau menguap tanpa menutup mulut, karena anak akan menjadi bingung kenapa dia diajari dan disuruh untuk menutup mulut ketika menguap tetapi ayah atau ibunya tidak melakukan hal tersebut.
Orang tua membiasakan untuk mengucapkan salam kepada sesama muslim, lebih-lebih ketika keluar atau masuk rumahnya. Dan sering-seringlah orang tua mengucapkan salam kepada anaknya, karena hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏أَنَسٍ ‏ ‏قَالَ ‏أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏وَنَحْنُ صِبْيَانٌ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا ‏
Serta membiasakan untuk saling berjabat tangan dengan saudara yang muslim, serta tidak ada salahnya orang tua mencium tangan seorang ulama atau orang yang dituakan dalam hal ini, dan menyuruhnya juga untuk melakukannya. Hal ini untuk memberikan contoh kepada anak bahwa kita diharuskan selalu menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ ‏ ‏قَالَ: ‏قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا ‏
Hadis Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yaitu:
‏عَنْ ‏ ‏ابْنِ عُمَرَ ‏ ‏قَالَ ‏قَبَّلْنَا يَدَ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏
Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 59, yang berbunyi:
 •                      
Allah memerintahkan kepada kita orang tua khususnya suami untuk mendidik istri anak-anak, untuk selalu mengenakan pakaian yang islami. Hal ini juga sejalan dengan firman Allah dalam surah al-Tahriim ayat 6, dan bertujuan sebagaimana surat a-Dzariyat ayat 56. Dengan membiasakan anak untuk berpakaian secara syari sejak kecil, besar kemungkinan anak akan terbiasa dengan pakaian tersebut. Di sini lagi-lagi keteladanan orang tua dalam hal pakaian dituntut keras, agar anak tidak merasa digurui tapi gurunya sendiri tidak melakukan apa yang diajarkan kepadanya.
Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.
Dalam kehidupan rumah tangga tanpa disadari masing-masing merupakan aktor yang selalu dilihat dan dinilai oleh orang lain. Maka jadilah aktor atau model peran yang baik bagi anak-anak. Sekali-kali adakan forum untuk saling menyampaikan kesan dan penilaian yang satu kepada yang lain dalam suasana yang rileks, nyaman, tanpa tekanan. Bahkan masing-masing harus bisa yang lain. Jadilah orangtua sebagai pendengar yang baik bagi anakanaknya. Jika anak bicara jangan buru-buru dipotong lalu diceramahi. Dengarkan dan perhatikan dengan tatapan mata yang penuh antusias dan stimulatif agar anak terlatih mengutarakan pikiran dan emosinya dengan lancar, tertib, dan jernih. Ibarat sumur kalau sering ditimba maka airnya akan jernih.
Secara garis besarnya, orang tua bisa mengenalkan mengajarkan dan meneladankan adab dan akhlak sebagaimana di bawah ini, meskipun tidak semuanya, dan diperhatikan usia anak untuk menerima pelajaran tersebut.
a. Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
b. Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
c. Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan •tidur dengan miring ke kanan.
d. Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
e. Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
f. Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
g. Dilarang bermain dengan hidungnya.
h. Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
i. Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
j. Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
k. Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
l. Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
m. Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
n. Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
o. Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
p. Dibiasakan membaca "Alhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah".
q. Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
r. Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
s. Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).
t. Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
u. Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
v. Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
w. Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
x. Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
y. Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
z. Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
aa. Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
bb. Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
cc. Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
dd. Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

D. Analisis
Dari berbagai uraian tentang metode penanaman iman kepada anak usia balita tersebut di atas, penulis menemukan bahwa untuk menanamkan iman yang kuat kepada anak, adalah sejak anak masih dalam kandungan. Dan karena pembahasan penelitian ini menitik beratkan kepada penanaman iman kepada anak usia balita, maka yang bisa dilakukan adalah memperdengarkan adzan dan iqamat kepada anak yang baru lahir, sebagai cara untuk menanamkan ketauhidan dihati anak, perkataan yang paling awal dia dengar ketika anak lahir adalah kalimat tauhid. Demikian pula dengan tahnik, selanjutnya pemberian nama yang bagus, akikah, khitan, pada waktu ini anak belum bisa diajak untuk berinteraksi untuk menghafal atau melafalkan sesuatu bahasa. Kemudian setelah anak mulai bisa mengucapkan kata-kata, maka yang pertama kali di ajarkan oleh kedua orang tuanya adalah kalimat la ilaha illallah. Mengajarkan anak untuk mencintai Allah dengan mengajarkan kalimat thoyyibah berupa dzikir dan sejenisnya dengan keteladanan orang tua tentunya. Mengajarkan Alquran, lewat pengenalan, pengajaran dan menghafal ayat-ayat pendek, serta surah-surah pendek. Dengan tanpa mengekangnya ketika ia bermain.
Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita berikan kepada anak saat mereka mulai bisa kita ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali dikenalkan, yakni al-Khaliq (Maha Pencipta). Kita tunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemana pun kita menghadap wajah kita, di situ kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa segala sesuatu yang ada di sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian, akan muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa kagum, sehingga tergerak untuk tunduk kepada-Nya.
Kedua, kita ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Dari sini kita ajak mereka menyadari bahwa Allah Yang Menciptakan semua itu. Pelahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya, pada anak yang menjelang usia dua tahun, "Mana matanya? Wow, matanya dua, ya? Berbinar-binar. Alhamdulillah, Allah ciptakan mata yang bagus untuk Owi. Matanya buat apa, Nak?"
Secara bertahap, kita ajarkan kepada anak proses penciptaan manusia. Tugas mengajarkan ini, kelak ketika anak sudah memasuki bangku sekolah, dapat dijalankan oleh orangtua bersama guru di sekolah. Selain merangsang kecerdasan mereka, tujuan paling pokok adalah menumbuhkan kesadaran – bukan hanya pengetahuan – bahwa ia ciptaan Allah dan karena itu harus menggunakan hidupnya untuk Allah.
Ketiga, memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni al-Karim. Di dalam sifat ini berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kita asah kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung mencintai mereka yang mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada dirinya dan memuliakan mereka yang mulia.
Anak atau bahkan manusia secara umum diciptakan dengan membawa bakat iman kepada Allah Swt. Hal itu kita buktikan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di benaknya tentang asal-muasal dunia. Dari mana ia datang? Siapakah yang menciptakan kedua orang tuanya? Dari manakah asalnya mereka yang berada di sekelilingnya? Anak, dengan kemampuan berpikirnya yang sangat terbatas, siap untuk menerima teori adanya Tuhan yang menciptakan alam.
Kewajiban ayah dan ibu adalah memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk mengenalkannya pada Allah swt., Tuhan yang Maha pencipta. Tentu saja, pengenalan tersebut sebatas kemampuan sang anak dalam mencerna pembicaraan dan permasalahan yang ada di hadapannya. Pengenalan anak pada keimanan kepada Allah swt., sama-sama ditekankan, baik oleh para ulama agama maupun para pakar ilmu jiwa.
Menghormati anak, memperlakukannya dengan baik, menunjukkan rasa cinta kepada anak, menanamkan pada dirinya bahwa ia memiliki tempat di hati orang tua dan masyarakat sekitarnya, semua itu tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan melampui batas kewajaran. Orang tua tidak boleh memberinya kebebasan mutlak sehingga anak bisa berbuat apa saja semuanya. Karena itu, diperlukan adanya konsep yang menyeimbangkan sikap orang tua terhadap anak.
Berdasarkan konsep tersebut, orang tua tidak memberikan kebebasan mutlak dan tidak pula bersikap keras terhadap semua tindakan yang dilakukan anak. Dengan kata lain, orang tua harus menerapkan sikap lembut dan keras dengan batasnya masing-masing.
Sikap netral seperti ini hendaknya diusahakan untuk dipertahankan sampai anak melewati masa kanak-kanaknya dan mampu membedakan antara perbuatan yang benar dan terpuji dengan perbuatan yang salah dan dibenci. Sebab, tahun-tahun pertama adalah masa yang sangat sensitif dalam membentuk karakter dan jati diri anak.
Ketika anak melakukan tindakan salah dan tidak terpuji, tugas orang tua adalah mengingatkannya bahwa bahwa perbuatan tersebut memiliki dampak negatif dan harus secepatnya ditinggalkan dan tidak diulangi lagi.
Namun jika nasehat dan sikap lemah-lembut ini tidak meninggalkan kesan apa-apa, maka tibalah giliran mereka harus bersikap tegas dan menghukum sisi psikis anak, bukan badannya. Sebab, hukuman terhadap jiwa anak lebih baik dari hukuman terhadap sisi jasmaninya.
Tidak dianjurkan untuk memperlakukan anak dengan amat longgar saat ia melakukan kesalahan, juga tidak menyuruh menghukum anak dengan mendiamkannya dalam waktu yang lama. Akan tetapi, beliau mengajarkan bagaimana bersikap netral dan menyeimbangkan sikap lembut dan keras. Berlebihan atau sebaliknya, bersikap tidak acuh pada satu masalah akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap perkembangan nalar, emosi, dan perilaku anak.
Cara mendidik yang benar adalah dengan menyeimbangkan antara pujian dan hukuman bagi anak. Pujian yang berlebihan akan berakibat sama buruknya dengan hukuman berlebihan karena kedua-duanya akan mengganggu keseimbangan mental anak dan membuatnya gelisah.
Kematangan emosi anak manja akan jauh lebih lambat dibanding dengan anak-anak lainnya. Masa kanak-kanak bagi anak seperti ini akan lebih panjang. Ia akan selalu memerlukan bantuan dan bimbingan orang tuanya dalam semua hal. Hal ini akan berlangsung sampai sang anak menginjak usia dewasa.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menyaksikan anak-anak atau bahkan orang dewasa yang selalu menunggu uluran tangan orang lain atau masyarakat dalam menyelesaikan urusan mereka. Mereka pun selalu mengharapkan orang lain untuk mendukung pendapatnya dan selalu mengharapkan pujian dari pihak lain. Orang-orang seperti ini tidak mampu menghadapi tantangan kehidupan. Disini bisa diperhatikan bahwa anak harus dididik dengan adab dan akhlak agar timbul iman yang mantap. Keimanan tidak hanya diajarkan lewat ilmu tauhid, tetapi lewat fiqh, adab dan akhlak.
Dalam masa ini juga orang tua bisa memasukan anak ke TK yang berbasis Islami, atau PAUD Islami, untuk lebih meningkatkan daya kreatif anak, dan memberikan pelajaran kepada anak tentang kesosialan. Selain itu di rumah, orang tua selalu mengajarkan pendidikan keimanan yang bagus dengan berbagai metode yang bisa diterapkan dengan memperhatikan tingkat perkembangan anak.














DAFTAR KUTIPAN BAB III

Comments

Popular Posts